Bedog Art Festival. Kupacu kuda besi kesayangan menghempas angin setelah matahari menutup mata. Jalanan aspal hitam dan lampu lalu lintas menyapaku di tengah hingar bingar kendaraan. Kendaraan yang sudah lama berlabuh di lahan parkir, sang tuan yang sedang mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mencari sekantung emas kini akan kembali pulang ke istana kecilnya. Cahaya lampu kota mulai memancarkan harapan, menghangatkan Jogja yang dilanda kebengisan dingin kemarau malam hari.
Jogja yang dari dulu kala terkenal dengan keramahan dan tempat sandaran hati, tak kutemui malam itu. Entah sibuk atau enggan menemaniku juga tak kuketahui dengan pasti, biarlah misteri itu menjadi harta karun yang tenggelam di dasar palung samudra kehidupan. Bunga di atas karang pun dapat mekar dengan indah tanpa ada yang menanamnya. Layaknya bunga itu lah dahagaku akan pengetahuan budaya. Aku membulatkan hati untuk menonton pertunjukan skala internasional itu seperti sebatang kara. Seakan hidup itu seperti aku, aku, aku dan dunia.
Ringroad barat menjadi saksi kegagahan kuda besi putih ini, lokasi yang akan kukunjungi adalah sebuah sanggar tari yang bernama Banjarmili yang berada pada jalan Kradenan. Sebuah perkawinan yang meriah antara manusia dengan alam yang terpadu menjadi seuntai kesenian tari dengan panggung artistik alami.
Sengaja kulewatkan waktu meletakkan punggung yang seharian berdiri tegak hanya tuk melangkah lebih awal mendapatkan singgasana kecil terbaik dalam menikmati Bedog Art Festival. Dengan melayangkan selembar uang dengan gambar tarian nusantara, aku menitipkan kuda besi di lahan warga yang pada saat itu beralih fungsi menjadi sebuah lahan parkir. Pintu masuk sudah ada berada di depan kedua mataku, warga sekitar menjajakan makanan dan minuman. Bedog Art Festival menciptakan lahan kecil di depan gerbang masuk Studio Tari Banjarmili tak ubahnya sebuah pasar malam yang hangat dengan senyuman. Sebuah senyuman kehangatan Jogja.
Panggung alam ini berada di tepi Sungai Bedog dengan sebuah mata air yang lestari dan ditumbuhi dengan aneka pohon yang mencegah tamu misterius yang bernama tanah longsor. Malam ini, tepi sungai menjadi sebuah langit berbintang seraya berada di negeri dongeng luar angkasa. Hamparan bintang tersirat dari lampu-lampu senthir, sebuah botol minyak tanah bersumbu yang dulu kala sebagai pelita jiwa orang-orang yang belum tercemari oleh listrik.
Dua sejoli mengabadikan moment bersama dengan background panggung yang indah, tak heran jika pertunjukan itu dipadati oleh mereka yang sedang memadu kasih di pagelaran romantis yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali. Bedog Art Festival 2014 menginjakkan usianya yang keenam tahun.
Martinus Miroto. Ya, nama itu adalah seorang master tari dan koreografi yang sekaligus sebagai founder dari Bedog Art Festival. Tak perlu diragukan lagi eksistensi Beliau dalam kancah tari internasional. Bakat besar tari mengantarkannya menimba ilmu tari serta menampilkan tari-tarian di seluruh penjuru dunia. Miroto Dance Company yang diciptakannya pada 1986 sudah tak asing lagi di telinga penikmat pertunjukan tari dunia.
Rangkaian pertunjukan kesenian di Jogja (baca : Festival Kesenian Yogyakarta / FKY) sebagian besar dinikmati oleh pecinta seni dengan cuma-cuma, semua itu berkat adanya support dana keistimewaan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Tak hanya memanjakan warga yang aktif menjadi peserta dan penikmat seni, juga mengajak sahabat dan saudara dari segala penjuru daerah untuk kembali datang ke Jogja. Bukan menawarkan keriuhan kota metropolitan yang penuh dengan polutan, Jogja adalah narasi sebuah kota yang nyaman.
Bedog Art Festival menyajikan tari kontemporer dan tradisional, konsep selaras antara budaya modern dengan kultur budaya yang asri. Festival ini diselenggarakan 2 hari namun aku hanya bisa mengunjungi pada hari pertama karena keesokan harinya aku pergi untuk menyapa cakrawala di atas awan. Berikut adalah sedikit hasil tangkapanku dalam Bedog Art Festival 2014.
Tari pembuka dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Solo performance dari New Zealand
Dari Korea Selatan :
Kolaborasi peserta dari Solo dan pemusik dari Korea Selatan :
Tari kontemporer “GAUN” :
Kolaborasi dari Korea Selatan dan Australia :
Dari Bali :
Penutupan dari Pacitan, Jawa Timur :
JT 14 06Sept
wahh tari dari new zealand, korea dan australia juga ada..
kapan mau liatnya berdua ron? #eh
Kalo ketemu dan ada event tari. :p
Mendadak iba saat baca “Seakan hidup itu seperti aku, aku, aku dan (aku sebatang kara di) dunia.” Sing sabar we ya ron.. *puk-puk*
Makasih ya cici!! Kamu so sweet bingit yak!! *senyum ngrenyit*
Sama-sama de.. jgn ngrenyit gitu ah, ntar tambah item
Kl ngrenyit bisa tambah pesek ci!! Biar gak salah paham. Ehhhhhhh
Ah kamu kurang mengerti aku *pura-pura mlengos*
Yeee biar item tapi manis dong! :p *padahal uda mulai putih*
acara acara beginian harus selalu ada untuk memperkenalkan budaya suatu daerah…
Yup setuju!!
Reblogged this on Dance World of Indonesia.